NGANJUK – Tugas jurnalis dalam mencari dan mengonfirmasi data kembali mendapat hambatan. Kali ini, wartawan dari media Portal Indonesia menghadapi penolakan saat mencoba melakukan konfirmasi di Desa Kuncir, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk.
Kepala Desa Kuncir, Hj. Wiwik Sukartinem, S.Pd., M.Si, dengan tegas menyatakan keberatan terhadap rekaman dan publikasi wawancara terkait beberapa temuan di desanya. Bahkan, ia menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja sesuai dengan rencana yang tertuang dalam APBDes.
“Jika panjengan menanyakan tentang aplikasi dan data yang jenengan bawa, itu aplikasi suloyo,” ujarnya saat ditemui pada Jumat (21/3/2025).
Tak hanya itu, Kades Wiwik juga mengarahkan agar wartawan berkoordinasi dengan Sekretaris Desa (Sekdes) yang disebutnya sebagai Koordinator PK. Namun, sikap ini justru semakin menimbulkan tanda tanya besar—mengapa pihak desa enggan membuka akses informasi kepada media?
Padahal, keterbukaan informasi publik seharusnya menjadi prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan desa. Jika memang tidak ada yang perlu ditutup-tutupi, mengapa jurnalis dilarang untuk melakukan liputan? Sikap seperti ini justru berpotensi menimbulkan spekulasi negatif di tengah masyarakat.
Apakah ada sesuatu yang disembunyikan? Ataukah ada kejanggalan yang enggan diungkap ke publik?
Jurnalisme adalah pilar keempat demokrasi yang berfungsi sebagai kontrol sosial. Jika akses terhadap informasi publik dibatasi, maka transparansi dan akuntabilitas pemerintah desa patut dipertanyakan.
Masyarakat tentu berharap adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran desa, bukan justru menutup diri dari pertanyaan media. (Sr)
Views:135