Nganjuk, Beritasatu.com – Masjid Al Mubarok di Desa Berbek, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, merupakan salah satu situs bersejarah yang memiliki keunikan luar biasa.
Masjid berusia 280 tahun ini pertama kali dibangun pada 1745 oleh kiai Kanjeng Djimat atau Raden Tumenggung Sosro Kusumo, seorang waliyullah sekaligus umara yang menjadi bupati pertama Nganjuk.
Masjid Al Mubarok tidak hanya kaya akan sejarah, tetapi memiliki ciri khas budaya Jawa kuno yang sangat kental, meskipun menjadi tempat ibadah umat Islam.
Salah satu yang membedakan masjid ini adalah bentuk kubahnya. Berbeda dengan kubah masjid pada umumnya yang berbentuk lingkaran dengan lambang bintang atau lafaz Allah, kubah Masjid Al Mubarok berbentuk kuluk atau kopiah raja yang terbuat dari perak.
Pembangunan masjid ini memiliki tujuan untuk mempermudah syiar Islam di tengah masyarakat Jawa yang pada masa itu masih memeluk agama Hindu. Keunikan lainnya adalah adanya bencet, alat penunjuk waktu salat yang dipadukan dengan arca lingga, mengingat pada masa itu masyarakat belum mengenal jam.
Bencet ini terpasang di atas arca lingga dan tetap utuh hingga kini, dengan angka tahun 1745 yang menunjukkan tahun pembangunan masjid.
Di dalam masjid, terdapat berbagai hiasan yang menunjukkan pengaruh budaya Hindu-Buddha, seperti ukiran khas pada dinding, mimbar khotbah, dan tempat beduk. Di pintu utama ruang tengah masjid, terdapat ukiran kepala arca kala (betara kala), serta tulisan Jawa kuno dengan huruf Arab di tempat beduk.
“Masjid ini dibangun pada 1745 oleh kiai Kanjeng Djimat dengan nuansa Hindu-Buddha agar masyarakat yang masih memeluk agama Hindu mau datang beribadah di masjid,” ujar kiai Muhammad Syururi, takmir Masjid Al Mubarok kepada wartawan, Rabu (5/3/2025).
Masjid Al Mubarok mengalami perbaikan di bagian depannya sebanyak empat kali, tetapi bagian dalamnya tetap orisinal. Berkat keunikan dan nilai sejarahnya, Masjid Al Mubarok menjadi cagar budaya yang disahkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.